Panduan Memilih Kursi Roda dan Pengukuran Kursi Roda

Panduan Memilih Kursi Roda dan Pengukuran Kursi Roda

Ilustrasi cara mengukur kursi roda untuk panduan memilih kursi roda yang tepat

Panduan Lengkap Memilih Kursi Roda yang Tepat, Nyaman, dan Aman

Halo temans! Di artikel kali ini, kita akan membahas **panduan untuk memilih sebuah kursi roda yang tepat, nyaman dan aman serta juga cara pengukuran kursi roda** yang akurat. Pertama yang perlu kamu pahami adalah istilah-istilah dasar yang diperlukan untuk konfigurasi kursi roda.

Kita akan menggunakan gambar sederhana di bawah ini untuk lebih mudah mengenal tentang:

  • Lebar Tempat Duduk
  • Kedalaman Tempat Duduk
  • Ketinggian Tempat Duduk
  • Panjang Kaki
  • Tinggi Sandaran

Mari langsung saja kita bahas satu-per-satu 5 poin pengukuran vital ini.

Ilustrasi pengukuran lebar tempat duduk kursi roda

1. Lebar Tempat Duduk

Lebar tempat duduk ini sangat penting untuk si pemakai kursi roda karena harus sesuai dengan ukuran lebar pinggul. Contohnya, jika pinggul besar tapi menggunakan kursi roda yang terlalu kecil, akan terasa sempit. Sebaliknya, jika pinggul kecil dan menggunakan kursi roda yang terlalu lebar, akan kesulitan untuk mengayuh kursi roda.

Ilustrasi pengukuran kedalaman tempat duduk kursi roda

2. Kedalaman Tempat Duduk

Kedalaman tempat duduk adalah jarak antara pinggul pemakai kursi roda ke bagian belakang paha. Pengukuran kedalaman tempat duduk sangat penting agar ukuran satu sisi dengan sisi lainnya tepat, tujuannya untuk menopang berat badan si pemakai kursi roda secara optimal.

Ilustrasi pengukuran ketinggian tempat duduk kursi roda

3. Ketinggian Tempat Duduk

Ketinggian tempat duduk diukur dari tempat duduk di kursi roda (tanpa memakai *cushion* / bantal) sampai ke lantai. Pengukuran yang benar akan membuat pengguna kursi roda efisien dalam mengoptimalkan cara mengayuh roda, sehingga tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga.

Ilustrasi pengukuran panjang kaki untuk pijakan kursi roda

4. Panjang Kaki

Panjang kaki pada kursi roda diukur dari bagian lekukan belakang lutut sampai ke penopang pijakan kursi roda (*footplates*). Pengukuran ini diperlukan untuk menentukan tinggi pijakan kaki.

Ilustrasi pengukuran tinggi sandaran kursi roda

5. Tinggi Sandaran

Tinggi sandaran umumnya diukur mulai dari alas tempat duduk sampai ke ketinggian tertentu. Penentuan tinggi sandaran yang tepat diperlukan agar pengguna dapat bebas bergerak, tergantung pada level cedera atau kebutuhan dukungan.

Lelaki Paraplegia Ini Ngedrift Dengan Nissan Silvia Berkekuatan 600 HP

Lelaki Paraplegia Ini Ngedrift Dengan Nissan Silvia Berkekuatan 600 HP

Kisah Inspiratif Rob Parsons: Lelaki Paraplegia Ini Ngedrift Dengan Nissan Silvia 600 HP

Rob Parsons, penyandang paraplegia, saat drifting dengan Nissan S13 Silvia 600 HP

Seorang penyandang disabilitas sering dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang. Namun, Rob Parsons menunjukkan kisah yang penuh inspiratif dan mematahkan pandangan tersebut.

Kaki mantan pegiat motor trail profesional ini telah terluka parah saat melakukan salah satu aksi menunggangi motor trail, yang mengakibatkan **paraplegia**. Namun, kekurangan itu tidak lantas membuatnya berdiam diri.

Ia memutuskan untuk mengubah kekurangannya ke dalam karier baru yang fenomenal. Seperti dilansir Carbuzz, Parsons kini menjadi pegiat **drifting** profesional dengan menunggangi mobil hasil modifikasinya sendiri.

Mobil Nissan Silvia S13 yang diimpor langsung dari Jepang telah disesuaikan secara khusus. Pedal rem dan gasnya telah dipindahkan sehingga bisa dikontrol sepenuhnya dengan menggunakan tangan (*hand-controlled*).

Tentu, mengendarai mobil bertenaga **600 daya kuda** (HP) dengan kontrol kedua tangan akan menyulitkan, apalagi untuk melakukan *drift* yang membutuhkan presisi tinggi. Namun, kesulitan itu ditepis Rob Parsons.

Pria yang kini dikenal oleh teman-temannya dengan panggilan **Chairslayer** ini menampilkan keahlian barunya di bidang *drifting* meski kakinya tidak berfungsi dengan normal lagi. Ia membuktikan bahwa disabilitas bukanlah penghalang.

Buang Air Kecil (BAK) Setelah Cedera Sumsum Tulang Belakang

Buang Air Kecil (BAK) Setelah Cedera Sumsum Tulang Belakang

Manajemen Buang Air Kecil (BAK) Setelah Mengalami Spinal Cord Injury (SCI)

Ilustrasi Manajemen Buang Air Kecil (BAK) Setelah Cedera Sumsum Tulang Belakang

Salah satu persoalan utama yang dialami oleh penyandang cedera sumsum tulang belakang (SCI) adalah kesulitan untuk mengontrol keinginan buang air kecil (BAK). Artikel ini akan membahas dampak jika tidak bisa mengendalikan keinginan BAK dan bagaimana cara melatihnya (bladder training).

1. Dampak Tidak Mengendalikan Keinginan BAK

Air seni yang keluar tanpa terasa, jika tidak dibersihkan dan dibiarkan membasahi anggota tubuh bagian bawah terus-menerus, dapat berakibat fatal. Dampaknya meliputi:

  • Infeksi Saluran Kemih (ISK).
  • Iritasi Kulit (Dermatitis): Seperti gatal-gatal, kemerahan, dan rasa perih.
  • Luka Tekan (Dekubitus): Kondisi kulit yang lembab mempercepat terjadinya luka tekan yang sulit disembuhkan.

2. Cara Belajar Mengatur Pembuangan Air Seni

Walaupun penyandang cedera sumsum tulang belakang sulit merasakan keinginan BAK, bukan berarti mereka tidak bisa mengendalikannya. Berikut adalah teknik manajemen yang bisa dilakukan:

  • Jadwal Minum Teratur: Minum air putih setiap dua jam sekali.
  • Manajemen Kateter (Intermittent Catheterization): Setelah minum, sebaiknya kateter diikat (diklem). Buka kembali ikatan/klem setelah dua jam untuk mengeluarkan air seni.
  • Latihan Bertahap: Lakukan aktivitas ini selama satu bulan. Setelah itu, perpanjang rentang waktunya (misalnya menjadi setiap 3 jam) secara bertahap.
  • Konsistensi: Bila dilakukan tepat waktu, tubuh akan membentuk pola buang air kecil yang teratur.

⚠️ Catatan Penting:

  • Jika air seni tidak keluar saat kateter dibuka: Lakukan penekanan ringan pada perut bagian bawah (di bawah pusar). Ulangi perlahan sampai air seni keluar.
  • Bantuan Medis: Untuk melepas dan memasang kateter, sangat disarankan meminta bantuan petugas medis untuk menghindari luka gores dan infeksi saluran kencing.
Informasi Dasar Cedera Sumsum Tulang Belakang (Spinal Cord Injury)

Informasi Dasar Cedera Sumsum Tulang Belakang (Spinal Cord Injury)

Mengenal Cedera Sumsum Tulang Belakang (SCI): Penyebab, Klasifikasi, dan Dampaknya

Ilustrasi Cedera Sumsum Tulang Belakang (Spinal Cord Injury)

SCI adalah kependekan dari Spinal Cord Injury, atau dalam bahasa Indonesia berarti Cedera Sumsum Tulang Belakang. Artikel ini akan membahas informasi mendasar mengenai kondisi tersebut.

1. Apa itu Cedera Tulang Belakang?

Kerusakan (pecah atau retak) pada struktur tulang belakang yang dapat diakibatkan oleh jatuh dari ketinggian, kecelakaan, maupun tertimpa benda berat.

2. Apa itu Cedera Sumsum Tulang Belakang?

Cedera sumsum tulang belakang adalah kerusakan sebagian atau terputusnya sumsum tulang belakang sebagai akibat dari kerusakan pada tulang belakang.

3. Penyebab Cedera Sumsum dan Tulang Belakang

Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai insiden, antara lain:

  • Tertimpa benda keras.
  • Tertimpa reruntuhan bangunan (misalnya saat gempa bumi).
  • Jatuh dari sepeda atau kendaraan lain.
  • Kepala terbentur batu atau dasar perairan saat menyelam di tempat dangkal.
  • Jatuh dari ketinggian.
  • Tindak kekerasan (ditusuk, ditembak, atau terkena ledakan).

4. Posisi dan Fungsi Sumsum Tulang Belakang

Sumsum tulang belakang berada di dalam susunan tulang belakang, dimulai dari otak, keluar dari tulang kepala bagian belakang bawah, masuk ke tulang leher paling atas, lalu memanjang ke bawah hingga tulang duduk.

Diagram anatomi Sumsum Tulang Belakang dan Saraf Spinal

Fungsinya: Menyampaikan rangsangan dari tubuh ke otak (baik yang disadari maupun otomatis) dan sebaliknya, menyampaikan perintah dari otak ke bagian tubuh untuk melakukan gerakan.

5. Apa yang Terjadi Saat Sumsum Tulang Belakang Cedera?

Cedera mengakibatkan terputusnya komunikasi saraf. Rangsangan dari bawah area cedera tidak sampai ke otak, dan perintah otak tidak sampai ke tubuh bagian bawah. Akibatnya, timbul gangguan kontrol buang air (kencing/besar) serta hilangnya rasa dan gerakan tubuh.

Catatan Penting:
  • Complete (Menyeluruh): Tidak ada rasa atau gerakan yang disadari di bawah area cedera.
  • Incomplete (Tidak Menyeluruh): Masih ada sedikit rasa atau gerakan di bawah area cedera.
  • Kesembuhan tulang belakang belum tentu menyembuhkan sumsumnya.
  • Trauma fisik pada sumsum tulang belakang hampir selalu diawali oleh kerusakan tulang belakangnya.

6. Klasifikasi Level Cedera

Terdapat beberapa kelompok besar berdasarkan lokasi cedera:

Level Cedera Dampak/Ciri-ciri
Pada Leher (Tetraplegia) Hilangnya gerakan/rasa pada lengan, tubuh, hingga kaki. Kesulitan bernapas atau batuk. Masih ada rasa di wajah.
Punggung Atas (Paraplegia Tinggi) Hilangnya gerakan dari dada/batang tubuh ke bawah. Kesulitan batuk. Masih ada rasa di dada ke atas.
Punggung Bawah (Paraplegia Rendah) Hilangnya gerakan/rasa pada kaki. Masih memiliki rasa di perut ke bawah dan gerakan tangan normal.

7. Tingkatan (Grade) Kemampuan Fisik Pasca Cedera

Berikut adalah tingkatan kemampuan fungsional berdasarkan derajat cedera:

Grade Kemampuan & Kebutuhan Bantuan
Satu
  • Tidak dapat duduk tanpa dibantu.
  • Pendamping harus menahannya setiap saat.
Dua
  • Duduk dengan mengangkat diri menggunakan kedua lengan lurus (terkunci).
  • Pendamping harus ada di dekatnya sepanjang waktu.
Tiga
  • Mampu mengangkat satu lengan di bawah ketinggian bahu.
  • Mampu duduk dengan kedua lengan lurus.
  • Pendamping harus tetap di dekatnya.
Empat
  • Mampu mengangkat satu lengan di atas kepala.
  • Bisa membungkuk dan kembali lurus.
  • Bisa duduk dengan menahan pakai satu lengan.
  • Perlu sedikit bantuan saat memulai aktivitas berat.
Lima
  • Dapat duduk tanpa bantuan.
  • Mengangkat kedua lengan ke atas secara bersamaan.
  • Hanya butuh bantuan sedikit saat aktivitas berat/posisi sulit.
Enam
  • Duduk tanpa bantuan.
  • Bisa melempar/menangkap bola di atas kepala.
  • Mandiri (tidak butuh bantuan orang lain untuk aktivitas ini).

8. Prognosa dan Dampak Jangka Panjang

Peluang Kesembuhan: Jika cedera Incomplete, perbaikan signifikan biasanya terjadi pada 3 bulan pertama (batas perbaikan hingga 2 tahun). Jika cedera Complete dan tidak ada perbaikan dalam 3-6 bulan, kemungkinan besar akan menetap.

Dampak Komplikasi:

  • Luka tekan (Dekubitus).
  • Kekakuan sendi dan pengecilan otot (atrofi).
  • Masalah kontrol kandung kemih dan usus.
  • Ketidakstabilan emosi.

Terima kasih sudah membaca. Jika artikel ini bermanfaat, silakan bagikan kepada yang membutuhkan.

Cara Perawatan Luka Dekubitus

Cara Perawatan Luka Dekubitus

Panduan Cara Perawatan Luka Dekubitus pada Penderita SCI

Ilustrasi Cara Perawatan Luka Dekubitus untuk Pasien Cedera Sumsum Tulang Belakang

Salah satu komplikasi yang sering dialami oleh penderita SCI (Spinal Cord Injury) adalah munculnya luka dekubitus. Berikut adalah langkah-langkah ringkas Cara Merawat Luka Dekubitus dari SCI.or.id:

Langkah-Langkah Perawatan:

  1. Bersihkan luka dengan air hangat, NaCl, atau Killbac menggunakan kassa steril secara perlahan.
  2. Teteskan obat penyembuh luka seperti Oxoferin atau oleskan salep Burnazin pada area luka.
  3. Tutup luka dengan kain kassa steril, lalu rekatkan pinggirannya dengan plester luka fiksasi (seperti Hypafix, Ultrafix, atau Fixomul).
  4. Jaga selalu kebersihan area di sekitar luka agar tetap kering dan tidak lembap.
  5. Wajib melakukan alih posisi baring setiap 2 jam sekali (miring kanan, miring kiri, terlentang) untuk mengurangi tekanan pada luka.
  6. Konsumsi makanan yang mengandung protein tinggi (seperti telur, ikan, daging) untuk mempercepat regenerasi sel kulit.

Catatan: Jika luka tidak kunjung membaik atau menunjukkan tanda infeksi parah, segera hubungi tenaga medis.

Penyebab Ulkus Dekubitus (Bedsores)

Penyebab Ulkus Dekubitus (Bedsores)

Mengenal Ulkus Dekubitus (Bedsores): Penyebab, Gejala, dan Pengobatan

Ilustrasi Penyebab Ulkus Dekubitus atau Bedsores akibat tekanan

Ulkus Dekubitus (juga dikenal sebagai luka akibat penekanan, ulkus kulit, atau bedsores) adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan aliran darah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol. Kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian, atau benda keras lainnya dalam jangka panjang.

Bagian tubuh yang sering mengalami ulkus dekubitus adalah area penonjolan tulang, yaitu: sikut, tumit, pinggul, pergelangan kaki, bahu, punggung, dan kepala bagian belakang.

Penyebab Ulkus Dekubitus

Kulit kaya akan pembuluh darah yang mengangkut oksigen. Jika aliran darah terputus lebih dari 2-3 jam akibat tekanan, maka kulit akan mati, dimulai dari lapisan paling atas (epidermis). Awalnya kulit tampak merah dan meradang, lalu membentuk luka terbuka.

Siapa yang berisiko tinggi?

  1. Imobilitas: Orang-orang yang tidak dapat bergerak (lumpuh, sangat lemah, atau dipasung).
  2. Gangguan Perasa Nyeri: Orang yang tidak mampu merasakan nyeri (akibat cedera saraf, stroke, atau diabetes), sehingga tidak ada dorongan alami untuk bergerak saat tertekan.
  3. Malnutrisi: Kekurangan gizi menyebabkan hilangnya lapisan lemak pelindung dan kulit sulit pulih.
  4. Faktor Eksternal: Gesekan baju, kerutan seprei, atau kelembapan akibat keringat/urine dalam jangka panjang.

Gejala dan Stadium

Gejala umumnya berupa nyeri dan gatal-gatal (kecuali jika ada gangguan saraf). Berikut adalah tingkatan keparahannya:

Tahapan atau Stage Ulkus Dekubitus dari Stadium 1 hingga 4
  • Stadium 1: Ulkus belum terbentuk seutuhnya, kulit hanya memerah.
  • Stadium 2: Kulit merah, bengkak, sering disertai lepuhan atau lapisan atas mati.
  • Stadium 3: Ulkus (luka) mulai timbul dan menyusup ke lapisan kulit lebih dalam.
  • Stadium 4: Luka menembus kulit dan lemak, hingga mencapai otot.
  • Stadium 5: Terjadi kerusakan otot yang parah.
  • Stadium 6: Stadium terdalam, kerusakan mencapai tulang dan berisiko infeksi tulang.

Diagnosa

Diagnosis ditegakkan oleh dokter berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisik secara langsung pada area yang dicurigai.

Pengobatan

Mengobati dekubitus lebih sulit daripada mencegahnya. Berikut metode penanganannya:

  • Hilangkan Tekanan: Pada stadium awal, luka bisa membaik sendiri jika tekanan dihilangkan.
  • Perawatan Luka: Tutup luka dengan perban (gunakan yang berlapis teflon atau jeli minyak agar tidak lengket). Untuk luka dalam, gunakan perban gelatin untuk memicu pertumbuhan kulit baru.
  • Pembersihan: Jika bernanah/infeksi, bersihkan dengan cairan disinfektan (seperti povidon-iodin).
  • Tindakan Medis: Dokter mungkin melakukan debridemen (membuang kulit mati) atau pencangkokan kulit jika diperlukan.
  • Antibiotik: Diberikan jika terjadi infeksi, terutama jika menyebar ke tulang (osteomielitis).

Pencegahan

Pencegahan adalah kunci utama karena pengobatan memakan biaya dan waktu lama. Langkah pencegahan meliputi:

  • Alih Posisi (Miring Kanan-Kiri): Lakukan minimal setiap 2 jam sekali untuk pasien yang tidak bisa bergerak.
  • Bantalan Pelindung: Lindungi area tulang menonjol dengan bantal atau busa lembut.
  • Nutrisi Seimbang: Konsumsi makanan sehat kaya protein dan kalori.
  • Hygiene: Jaga kebersihan kulit dan pastikan kulit selalu kering.
  • Kasur Khusus: Gunakan kasur anti-decubitus (kasur angin/air) untuk pasien tirah baring lama.